Senin, 31 Oktober 2011

ETIKA BISNIS


ETIKA BISNIS



Dalam Ensiklopedi Indonesia, Etika disebut sebagai ilmu tentang kesusilaan yang menentukan bagaimana patutnya manusia hidup dalam masyarakat. Sedangkan secara etimologis, Etika berasal dari bahasa Yunani yaitu ethos yang berarti kebiasaan atau watak.  Etika juga berkaitan erat dengan moral yang merupakan istilah dari bahasa Latin yaitu mos yang dalam bentuk jamaknya adalah mores, yang berarti adat kebiasaan atau cara hidup seseorang dengan melakukan perbuatan baik, perbuatan yang sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku di masyarakat, dan menghindarkan diri dari tindakan-tindakan buruk. Jadi, etika adalah ilmu yang mempelajari tentang perbuatan baik dan perbuatan buruk manusia dalam kehidupan sehari-hari sejauh yang dapat dipahami oleh pikiran manusia.

Dalam kehidupan bermasyarakat kita semua hidup berdasarkan nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat tersebut. Dalam lingkungan masyarakat pula kita sering mendengar istilah kata ‘etis’ dan ‘tidak etis’. Baik istilah kata ‘etis’ maupun ‘tidak etis’ keduanya digunakan oleh manusia untuk menggambarkan dan menilai suatu bentuk perilaku yang dianggap ‘baik atau buruk’ dan ‘pantas atau tidak pantas’. Penilaian manusia terhadap suatu tingkah laku tersebut berdasarkan pada hati nurani manusia itu sendiri yang ditambah dengan adanya nilai-nilai lain yang berkembang di lingkungan tersebut, seperti nilai-nilai adat.
Contoh etika dalam kehidupan sehari-hari adalah ketika seseorang bermaksud untuk menelepon temannya pada pukul 23.30 WIB. Walaupun orang yang ditelepon adalah sahabatnya, yang biasanya tidur pada pulul 24.00 WIB, atau bahkan sahabatnya itu hanya tinggal sendiri di rumahnya, tetap saja bahwa keputusan orang tersebut untuk menelepon pada pukul 23.30 WIB dianggap tidak etis. Hal ini dianggap tidak etis karena nilai yang berkembang di masyarakat kita adalah bahwa di atas pukul 21.00 atau pukul 22.00 sudah menjadi “jam pribadi” bagi seseorang, dalam arti tidak bisa diganggu lagi untuk masalah atau urusan apa pun, kecuali hal tersebut memang bersifat mendesak, sehingga bila ada seseorang yang menelepon di atas pukul 22.00 akan dianggap tidak etis, apalagi jika hanya untuk membahas hal-hal yang sebenarnya bisa ditunggu hingga keesokan harinya.

Dari contoh tersebut dapat dilihat bahwa etika dalam kehidupan sehari-hari sangat penting dalam membina hubungan kita dengan orang lain. Hal penting lainnya adalah bahwa etika sangat berperan dalam pembentukan citra diri seseorang, terlepas dari apakah orang tersebut ikhlas atau tidak, tapi ketika dia tahu mana yang etis dan yang tidak etis, setidaknya orang-orang akan melihat orang tersebut sebagai seseorang yang beretika dan berperilaku baik, dan salah satu manfaatnya adalah untuk dirinya sendiri.
Etika dalam bisnis adalah suatu rambu-rambu ataupun batasan-batasan yang harus kita patuhi. Dalam berbisnis memang tidak ada istilah aturan atau pun rambu rambu yang tertulis akan tetapi inilah yang harus kita lakukan sebagai pebisnis. Dengan mematuhi rambu-rambu tersebut setidaknya kita dapat berbisnis dengan tenang dan juga tidak mempengaruhi orang lain atau pebisnis lain, dalam hal ini merugikan orang lain. Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain adalah:
1.        Pengendalian diri.
2.        Pengembangan tanggung jawab social (social responsibility).
3.        Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan informasi dan teknologi.
4.        Menciptakan persaingan yang sehat.
5.        Menerapkan konsep “pembangunan berkelanjutan”.
6.        Menghindari sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi, dan Komisi).
7.        Mampu menyatakan yang benar itu benar.
8.        Menumbuhkan sikap saling percaya antara golongan pengusaha kuat dan golongan pengusaha ke bawah.
9.        Konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang telah disepakati bersama.
10.    Menumbuhkembangkan kesadaran dan rasa memiliki terhadap apa yang telah disepakati.
11.    Perlu adanya sebagian etika bisnis yang dituangkan dalam suatu hokum positif yang berupa peraturan perundang-undangan.

Contoh etika dalam berbisnis antara lain adalah pertama, melubernya lumpur dan gas panas di Kabupaten Sidoarjo yang disebabkan eksploitasi gas PT Lapindo Brantas. Kedua, obat antinyamuk HIT yang diketahui memakai bahan pestisida berbahaya yang dilarang penggunaannya sejak tahun 2004. Dalam kasus Lapindo, bencana memaksa penduduk harus ke rumah sakit. Perusahaan pun terkesan lebih mengutamakan penyelamatan aset-asetnya daripada mengatasi soal lingkungan dan sosial yang ditimbulkan. Pada kasus HIT, meski perusahaan pembuat sudah meminta maaf dan berjanji akan menarik produknya, ada kesan permintaan maaf itu klise. Penarikan produk yang kandungannya bisa menyebabkan kanker itu terkesan tidak sungguh-sungguh dilakukan. Produk berbahaya itu masih beredar di pasaran. Kondisi lain adalah adanya kondisi masyarakat Irian yang masih terbelakang, sementara hasil kekayaan yang dimiliki wilayah tersebut diambil oleh PT. FREEPORT tanpa meningkatkan kesejahterahaan masyarakat sekitarnya.

Atas kasus-kasus itu, perusahaan-perusahaan tersebut terkesan melarikan diri dari tanggung jawab. Sebelumnya, kita semua dikejutkan dengan pemakaian formalin pada pembuatan tahu dan pengawetan ikan laut serta pembuatan terasi dengan bahan yang sudah berbelatung. Dari kasus-kasus yang disebutkan sebelumnya, bagaimana perusahaan bersedia melakukan apa saja demi laba. Wajar bila ada kesimpulan, dalam bisnis, satu-satunya etika yang diperlukan hanya sikap baik dan sopan kepada pemegang saham. Harus diakui, kepentingan utama bisnis adalah menghasilkan keuntungan maksimal bagi stakeholder. Fokus itu membuat perusahaan yang berpikiran pendek dengan segala cara berupaya melakukan hal-hal yang bisa meningkatkan keuntungan. Kompetisi semakin ketat dan konsumen yang kian rewel sering menjadi faktor pemicu perusahaan mengabaikan etika dalam berbisnis.

Etika Teleologi berasal dari kata Yunani yaitu telos yang berarti tujuan, mengukur baik buruknya suatu tindakan berdasarkan tujuan yang ingin dicapai dengan tindakan itu, atau berdasarkan akibat yang ditimbulkan oleh tindakan itu. Menurut teori ini suatu perbuatan adalah baik jika membawa manfaat, tapi manfaat itu harus menyangkut bukan saja satu dua orang melainkan masyarakat sebagai keseluruhan. Artinya, teleologi bisa diartikan sebagai pertimbangan moral akan baik buruknya suatu tindakan yang dilakukan.

Contoh dari etika teleologi adalah monopoli di PT. PLN terbentuk secara tidak langsung dipengaruhi oleh Pasal 33 UUD 1945, dimana pengaturan, penyelengaraan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan sumber daya alam serta pengaturan hubungan hukumnya ada pada negara untuk kepentingan mayoritas masyarakat dan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Maka PT. PLN dinilai etis bila ditinjau dari teori etika teleologi.

Etika deontologi berasal dari kata Yunani yaitu deon yang artinya adalah kewajiban. Dalam suatu perbuatan pasti ada konsekuensinya, dalam hal ini konsekuensi perbuatan tidak boleh menjadi pertimbangan. Perbuatan menjadi baik bukan dilihat dari hasilnya melainkan karena perbuatan tersebut wajib dilakukan. Deontologi menekankan perbuatan tidak dihalalkan karena tujuannya. Tujuan yang baik tidak menjadi perbuatan itu juga baik. Di sini kita tidak boleh melakukan suatu perbuatan jahat agar sesuatu yang dihasilkan itu baik, karena dalam Teori Deontologi kewajiban itu tidak bisa ditawar lagi karena ini merupakan suatu keharusan.

Contoh dari etika deontologi adalah PT. Perusahaan Listrik Negara (Persero) yang  sesungguhnya mempunyai tujuan baik, yaitu bertujuan untuk memenuhi kebutuhan listrik nasional. Akan tetapi tidak diikuti dengan perbuatan atau tindakan yang baik, karena PT. PLN belum mampu memenuhi kebutuhan listrik secara adil dan merata. Jadi menurut teori etika deontologi tidak etis dalam kegiatan usahanya.


Sumber:













0 komentar:

Posting Komentar

 
;